TOUR de SIBOLGA – DANAU TOBA
(66 km oleh senior 66 thn)
Disamping untuk menggiatkan Olah raga sepeda itu sendiri, yang lebih penting lagi adalah memperkenalkan daerah tujuan wisata (DTW) Sibolga dan sekitarnya dengan mengaitkannya dengan Danau Toba yang akan dilewati. Bisa saja dilaksanakan pada jadwal terpisah atau dikaitkan dengan jadwal Pesta danau Toba tahunan dan peserta rally menginap di Danau Toba sambil menonton.
Karena sifatnya bertaraf internasional, tentu akan diliput oleh berbagai media Negara peserta. Liputannya termasuk pemandangan alam, kebudayaan khas dan kehidupan masyarakat yang akan menjadi promosi langsung DTW Sibolga Nauli dan Pesta Danau Toba khususnya serta Sumatera Utara pada umumnya keseluruh penjuru dunia melalui Media cetak, Jaringan TV dan Dunia Maya.
Tor tor dan rumah adat Batak
Biaya program seperti ini jauh lebih murah dan berdampak efektif dibandingkan dengan Iklan pariwisata Negara seperti Malaysia, Thailand dan Negara kecil di Karibia, Amerika Selatan dan Negara Negara kecil lainnya, yang tidak pelit belanja Iklan di Media luar, seperti biasa kita saksikan di CNN, ABC, NCBC dan lain lain. Tidak seperti Negara kita sangat pelit kalau tidak mau dikatakan tidak beriklan.
Disini akan banyak fihak yang akan terkait dan memerlukan kolaborasi mengenai Sumber Dana/Anggaran dan Sumber Daya Manusia misalnya Departemen Pemuda, Olahraga dan Pariwisata serta Pemerintah Daerah Sumatera Utara hingga Organisasi Olahraga dan tidak kalah pentingnya perusahaan yang akan beriklan. Teknis pelaksanaannya sendiri menurut hemat saya tidak begitu rumit rumit amat, karena ajang seperti ini sudah sering dilaksanakan di Jawa – Bali.
Mimpi ini juga dilatar belakangi oleh pemandangan alam yang menjadi kekuatan, daya tarik tersendiri yang selama ini tersembunyi. Coba bayangkan tayangan CNN, media Internasional dan TV Nasional menayangkan pemandangan Lomba sepeda menyusuri bibir pantai Sibolga – Barus yang exotic. Pasti kita akan terhenyak bahwa itu bukan di pulau Karibia atau Hawai.
Sunset di Sibolga
Belum lagi pemandangan yang aduhai menelusuri jalan menanjak yang berkelok kelok seperti ular dengan latar belakang “Teluk Tapian Nauli”, Teluk biru yang tenang sebagai latar belakang, 5 – 6 km jaraknya dari dua batu lubang legendaris itu.
Warga asing
Tanpa kita sadari keindahan alam ini sudah diketahui oleh penggemar sepeda dari berbagai Negara. Terbukti, dibeberapa kampung yang dilewati, saya selalu diteriaki anak anak dengan kata kata : “Good morning Sir”, walau waktunya sudah sore, sambil mereka berlari lari kecil disamping kiri kanan saya. Ada juga yang berteriak “Inggris, Inggris”.
Ketika saya membeli setumpuk duku manis seharga Rp.10.000,- di Sitahuis sorang Ibu memanggil saya dengan Mr. Hutabarat, maksudnya orang Barat, suatu pemandangan yang tidak asing lagi bagi mereka. Mereka tidak mengira kalau saya lahir di Sitahuis juga, kebetulan saya berkulit agak putih, memakai perlengkapan helm, kaca mata hitam, sarung tangan dan kemeja berwarna menyala, persis seperti yang dipakai orang orang asing itu.
Warga asing itu menikmati avountur menjelajahi kampung yang masih perawan, melewati jalan berkelok kelok yang sangat menantang adrenalin kejantanan mereka dan sekaligus menyaksikan kehidupan rakyat Sumatera Utara yang sangat sederhana dengan mata kelapa sendiri. Suatu pengalaman seumur hidup yang akan melekat, terukir dalam benak dan akan ditulis diberbagai media setelah mereka kembali ke Negara asalnya.
Jalan mendaki yang menantang dengan panorama laut, teluk Tapian Nauli yang tiada duanya, batu lobang dengan suasana yang cukup menyeramkan, jika dilewati sendirian. Belum lagi menu makan ikan bakar maknyes, segar dengan ramuan khas Sibolga akan membekas dilidah dan fikiran mereka.
Batu lobang pertama
TOUR de SIBOLGA itu bisa juga diperpanjang dengan memulainya dari Barus melalui bibir pantai hingga Sibolga, menjadi etappe pertama. Rombongan menginap di kota Sibolga dan berkesempatan merekam senja jingga diatas riak riak laut. Esok paginya dilanjutkan etappe berikutnya Sibolga – Tarutung atau Sibolga – Danau Toba, dan diakhiri satu hari kemudian dengan etappe Danau Toba – Medan. Jarak tour ini diperkirakan sekitar 400 km.
Yang paling berat dan menantang adalah kaki dan betis yang dikayuh dengan gigi diset paling kecil, dengan perlahan tetapi pasti digowes mendaki jalan terjal dan berkelok kelok. Dibagian terjal sepeda dibuat zig zag memotong jalan ke kiri ke kanan agar bagian terjal dapat dilalui. Tak jarang dibagian jalan yang tergolong amat sangat terjal, memilih turun dari sadel dan mendorong sepeda dengan napas satu satu, sebelum kembali duduk disadel kembali.
Etappe Sibolga - Tarutung adalah tantangan yang paling berat dengan tanjakan yang tidak putus putus dalam jarak 10 km pertama, sampai puncaknya di kampung Simaninggir, lokasi complex GM Panggabean. Setelah menaklukkan tanjakan itu, secara phisiologis etappe berikutnya relative lebih ringan, melalui jalan menurun mendaki berganti ganti hingga ke Tarutung.
Jalan menanjak dua jalur
Dua hari setelah Natal, tepatnya tgl. 27 December 2011 saya menggowes sepeda gunung dari Sibolga – Tarutung sejauh 66 km dng sepeda yang saya bawa dari Jakarta. Kondisi tanjakan dan kelokan seperti ular itu sudah saya hafal luar kepala ketika saya masih anak anak sampai Sekolah Lanjutan di Sibolga/ Sidempuan dan menjadi kernek Bus P.O.Tarida milik keluarga jurusan Sibolga – Tarutung p.p.
Berat sepeda itu cukup ringan, 12 kg, sehingga tak perlu ongkos tambahan karena masih dibawah maximum bagasi 25 kg, asal saja dibungkus dengan rapi. Ban yang telah dikempeskan, injakan kaki, sadel dan stang dibuka lalu dibungkus dengan karton tebal. Tiba di Bandara bisa distel sendiri dengan menggunakan beberapa kunci kecil yang kita bawa. Atau minta bantuan ke bengkel sepeda terdekat.
Karena saya penggemar sepeda gunung cukup lama, lebih dari 10 tahun, saya memberanikan diri dan komit akan mampu menjelajahi tantangan 66 km ini diusia senja, 66 tahun. Keluarga dan kenalan memang agak heran, bertanya apa motivasi saya nekad melakukannya.
Mendaki tanjakan ini sudah lama menjadi mimpi saya dengan maksud pokok ingin meninggalkan satu pesan kepada masyarakat bahwa :
HIDUP SEHAT
JANGAN PATAH SEMANGAT
Pesan itu yang saya sampaikan juga seusai kebaktian Hari raya Natal tgl. 25 Desember 2010 di Gereja HKBP Sitahuis. Saya memotivasi dan memberikan contoh hidup bahwa diusia senja dengan pola makan sehat, menghindari makanan berlemak, tidak merokok ternyata masih mampu menggapai jarak sejauh itu. Apa lagi jika ditambah dengan olah raga teratur. Dengan demikian bisa dihilangkan persepsi keliru bahwa orang tua senior, pensiunan bukanlah “laskar laskar tak begune”, pinjam istilah Malaysia.
Saya juga menitipkan satu pesan istimewa tentang arti pentingnya pendidikan, agar anak anak jangan sampai putus sekolah, jika tidak mau menjadi penderes getah miskin, seperti orangtuanya. “Gantungkan mimpimu setinggi langit”, kata saya meniru ungkapan Bung Karno, menutup pesan setelah sebelumnya memberi contoh bahwa saya anak kampung Sitahuis bisa mengirim 3 anak sekolah di Amerika dan seorang lagi menjadi Dokter.
Selama sepuluh hari didaerah ini saya cukup terkejut melihat orang cepat menjadi tua. Angkatan seusia saya sudah banyak yang dipanggil Tuhan dan yang agak aneh, banyak orangtua yang menderita penyakit asam urat dan tidak tahu apa obatnya, kecuali obat kampung. Salah satu penyebabnya adalah karena konsumsi makanan yg kurang sehat dan makan daging berlemak berlebihan dan mereka tidak mengenal apa yang disebut olah raga.
Beberapa tip yang perlu diperhatikan sebelum menggowes sepeda jarak jauh antara lain adalah kondisi sepeda itu sendiri dan bisa minta bantuan bengkel sepeda untuk melakukan pemeriksaan sebelum memulai. Kedua, agar ransel atau backpack tidak dibawa sendiri tetapi oleh kendaraan lain, karena cukup memberatkan kaki, terutama jika sudah mencapai titik mendekati tujuan, kekuatan mulai berkurang.
Hal lain adalah makan siang agar dipersiapkan sebelumnya dikampung mana rombongan pada saatnya istirahat. Karena dalam perjalanan sulit mendapatkan restoran, rumah makan yang layak. Di Adiankoting, 15 km sebelum Tarutung ada rumah makan Padang yang cukup representartif untuk makan, istirahat maupun sembahyang. Tempat yang cocok untuk istirahat.
Tidak kalah pentingnya, jika peserta adalah suku Batak, jangan lupa status daalam Silsilah marganya sendiri karena akan bermanfaat dalam perjalanan. Pengalaman di dua kampung yang saya lewati, Parsingkaman dan Lobupining ketika saya dijamu makan, minum oleh keluarga satu marga. Sebelum makan Tuan rumah membentangkan selembar kertas tebal lebar berisi Silsilah, lalu bertanya :”Yang mana Ompungmu”, katanya sambil menunjuk gambar struktur dan nama nama Ompung kami. Untung saya bisa menunjukkan nama yang tepat dan sepakat memanggil Tuan rumah dengan panggilan Amanguda atau Paklik.
Ini sepenggal sumbangan pikiran saya untuk Pemerintah Daerah baik Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Humbasa sampai Pemda Sumatera Utara untuk dapat memikirkannya dan memasukkannya dalam Program kerja dan Anggaran tahun mendatang sehingga ide ini tidak hanya mimpi.
Sudah tentu sambil bermimpi ajang olah raga Internasional, tidak ada salahnya Pemerintah Daerah Tapanuli Tengah, Kotamadya Sibolga dan Tapanuli Utara bisa memulai program sendiri TOUR de SIBOLGA jarak dekat dengan route Sibolga – Barus atau Sibolga – Tarutung. Untuk tahap awal bisa juga dibatasi hanya tour one way, satu arah saja, Sibolga - Barus atau Sibolga - Tarutung, sedang kembalinya naik Bus.
Semoga mimpi ini suatu saat menjadi nyata. Amin
komunitas penyair Jakarta, 13 Febr 2011
No comments:
Post a Comment