"Sorry you come late", kata petugas loket KLM di Bandara Ben Gurion, Tel Avil, Israel, sambil mengembalikan 3 ticket dan paspor. Saya terdiam sebentar karena terkejut dan melihat jam tangan, lalu menjawab :"We have to fly to day to Jakarta", sambil menunjukkan jam keberangkatan dari Bandara Schipol, Amsterdam - Jakarta.
Dari balik kaca dengan kasat mata masih nampak pesawat dengan huruf biru besar KLM parkir di hanggar, karena masih ada waktu 90 menit lagi sebelum boarding. Kami santai saja seperti di Tanah air, tiba di Bandara 90 menit sebelum take off.
Negara yang baru setahun sebelumnya jadi sasaran peluru kendali Scud Irak itu, mempunyai aturan khusus, penumpang harus datang 3 jam sebelum take off, bukan 2 jam seperti aturan international,.
Setelah dia sadar bahwa kami mengejar pesawat KLM di Amsterdam, tanpa kami ketahui, dia memindahkan kami ke pesawat lain. Ticket dan pasport dikembalikan dan saya kaget lagi, memperhaatikan boarding pas merk "El Al", Garudanya Israel. Alamak. Saya berdoa dalam hati :"Tuhan jauhkan pesawat kami dari bom teroris".
Pesawat El Al
Kami antri dibagian pemeriksaan security. Baterey tustel diambil, kantong dichek dan dikosongkan, sepatu dibuka, juga kaos kaki dilepas, isi tas digerawangi sampai kedalam. Itulah tas hitam satu satunya yang kami beli di Tel Aviv, karena 3 koper lain kami titip di Hotel Holiday Inn, Amsterdam selama seminggu wisata rohani di Tanah perjanjian, Israel.
Seorang security wanita muda mengantarkan kami hingga ke ruang tunggu di lantai dua dengan mengucapkan :"Sorry for the inconvenience", sambil berlalu tanpa senyum.
Kami antri dibagian pemeriksaan security. Baterey tustel diambil, kantong dichek dan dikosongkan, sepatu dibuka, juga kaos kaki dilepas, isi tas digerawangi sampai kedalam. Itulah tas hitam satu satunya yang kami beli di Tel Aviv, karena 3 koper lain kami titip di Hotel Holiday Inn, Amsterdam selama seminggu wisata rohani di Tanah perjanjian, Israel.
Seorang security wanita muda mengantarkan kami hingga ke ruang tunggu di lantai dua dengan mengucapkan :"Sorry for the inconvenience", sambil berlalu tanpa senyum.
Puji Tuhan, merasa lega, pesawat melewati masa take off, mulailah saat membagi snack dan minuman. Pramugarinya berjalan ke baris belakang melewati kursi kami . Saya menoleh kebelakang dan melihat mereka mendahulukan melayani para pria berpakaian hitam, jenggot dipilin pilin dan memakai topi kecil bulat diatas kepala masing masing. Mereka menyebutnya "Rabby" atau guru agama Jahudi, yang dihormati. Walah walah.
Setelah saat akan landing, terdengar intercom : "In a few seconds we will landing at Brussel airport", kami juga kaget. Ternyata pesawat El Al itu tidak terbang ke Negeri Belanda tetapi ke Negara lain dan kami harus ganti pesawat lagi. Dalam hati yakin koper hitam satu satunya yang kami beli di Tel Aviv pasti mengikuti sipemilik. Kami boarding ke pesawat kecil dengan hanya membawa 6 orang, kami bertiga dan satu penumpang lain, plus pilot dan pramugari
Mata ditutup berdoa, jantung berdegup kencang karena was was, pesawat terbang dibawa angin kesana kemari seperti layang layang dihembus angin. Pemandangan perkebunan bunga warna warni yang begitu indah dan luas tidak dapat dinikmati lagi. Tidak sampai 30 menit pesawat bersiap akan landing. Pramugari dengan sigap mengumpulkan kembali snack, gelas dan anggur, yang belum sempat disentuh. Dasar pelit.
Berlari lari kecil, istri dan anak gadis saya Peggy kewalahan menuju conveyor bagasi. Conveyor menjatuhkan bagasi satu demi satu dan memutari ruang Baggage claim, hingga akhirnya berhenti. Koper hitam made in Israel itu tidak ada. Tinggal di Bandara Ben Gurion, Brussel atau terbawa pesawat El Al, nobody knows.
Kami langsung ke loket Baggage claim melapor kehilangan Tas. Dengan cuwek dua petugasnya otomatis mengucapkan kata kata dari Manual book :"Leave your name and address, we will send it as soon as possible". Saya sempat kesal dan dengan ketus berkata :"I don't believe you can locate our bag", kata saya. Karena 10 hari sebelumnya koper koper kami juga ketinggalan di Washington state, Amerika, ketika berganti pesawat dari United Airline ke pesawat Alaska Air.
Dengan sedan Mercy, taxi resmi Bandara, kami minta sopir ngebut ke Hotel Holiday Inn di kota Amsterdam untuk mengambil koper koper yang kami titip dan langsung balik cepat cepa tke Bandara lagar tidak ketinggalan pesawat lagi. Puji Tuhan kami bisa terbang kembali ke Tanah air yang sudah dirindukan walau baru ditinggal 3 minggu.
Keesokan harinya setelah menikmati makan siang lezat masakan isteri, telpon berdering. Diseberang sana berkata :"Pak koper yang ketinggalan di Tel Aviv sudah tiba". Kami segera menuju Bandara Soekarno Hatta dan menemukan koper hitam kami. Setelah dibuka, isinya utuh. Puji Tuhan.
No comments:
Post a Comment